Jumat, 01 Maret 2013
Petarungan Para Elit
Di Tahun 1950-an terjadi pertarungan besar antara Bung Karno dan Natsir. Di tahun 2013, terjadi juga pertarungan antara SBY dan Anas Urbaningrum. Namun ada perbedaan mendasar antara kedua pertarungan tersebut. Yang pertama adalah pertarungan berwatak mulia, pertarungan ideologis menyangkut hal Dasar Filosofis Negara Proklamasi. Sedangkan yang kedua, pertarungan hina tanpa watak antar garong yang berlomba menjarah Kedaulatan dan Harta Rakyat.
(Chris Siner Key Timu)
Sang Raja
Sesungguhnya kita sedang menyaksikan seorang raja yang sudah telanjang
bulat, tetapi para hulubalang, kerabat, keluarga, kroni politik dan
kroni ekonomi, para dayang dan pembantu, dan para pemuja menyatakan
bahwa rajanya berpakaian sangat indah seperti Raja Sulaeman.
Merdeka.
(Chris Siner Key Timu)
(Chris Siner Key Timu)
Notulen Manifesto Politik Gernas 12 Februari 2013
NOTULEN
MANIFESTO POLITIK & DEKLARASI
GERAKAN MENEGAKKAN KEDAULATAN RAKYAT & KEADILAN SOSIAL
Gedung Joang ’45 Menteng, 12 Februari 2013
------------------------------------------------------------------
Arbi Sanit
Saya pikir, memang kita harus melakukan gerakan rakyat
seperti sekarang ini krn org yg berkuasa sekarang karena merasa : GNP diatas 6
persen, ada kelas menengah baru. Jadi ada penguasa dan golongan menengah yang
menikmati kekuasaan karena menguasai 70% PDB. Golongan menengah baru saat ini
berbeda dengan era Orde Baru. Dahulu mereka melawan Orba. Memang harus ada
gerakan rakyat, berupa revolusi. Gerakan komprehensif. Tidak Parsial. Tapi
apanya yang mau dirobah. Deklarasi sudah menegaskan. Mundur SBY. Jadi orangnya.
Siapa yang akan menjadi pemimpin baru?? Sekarang banyak pihak yang baik tapi
mereka tidak memperoleh kendaraan politik (partai politik). Deklarasi kurang
masuk ke system. Pemerintahan yang stabil hanya dapat diharapkan terwujud jika
disertai perbaikan system.
Yus Sumadipradja (Eksponen ’66)
Mantan wartawan Harian Indonesia Raya dan Kompas. Keadaan
saat ini salah. Reformasi salah dari awal. Reformasi ecek-ecek. Soeharto masih
berpengaruh, Habibie juga, dan Golkar. Harus bebas dari PDI, PPP, termasuk
PDIP. Ini terus berlangsung sekarang karena seluruhnya kacungnya Soeharto,
Megawati dan Gus Dur juga. SBY juga kacung kuadrat. Bagaimana kacung-kacung ini
dapat memimpin bangsa ini. Kata Sutan Syahrir ; “Bila Indonesia sudah merdeka,
akan menjadi rumah gila” Kita lihat ini sekarang. Orang mengamuk. Kita
orang-orang tua perlu mendorong anak-anak muda. Sistem perlu dirubah. Jangan
lagi digunakan oleh orang-orang Orde Baru. Satu-satunya yang bisa membangkitkan
Indonesia adalah membangkitkan anak-anak muda. Harus dengan Revolusi, bukan
“seharusnya revolusi”.
Aryo Djarmoko (Surabaya)
Harapan kita adalah perubahan. Perubahan apa?. Kebijakan
penyelenggara Negara. Aparatur. Rezim. Kondisi structural. Merubh untuk seperti
masa lalu, tentu bukan. Pada seabua acara di sebuah pesantren, ada pertanyaan:
Masih adakah Indonesia di Masa Mendatang? Ini nama atau fungsi? Kalau sekedar
nama, ya. Kalau fungsi?. Secara administrative, tak dapat diharapkan. Upah
buruh Indonesia hanya 5% untuk buruh Indonesia.
Salim Hutajulu (Aktivis Malari ’74)
Revolusi !
Donny Siahaan
Ada kekurangan dalam statemen, soal system dan kelas
menengah. Demokrasi tidaka akan di kelas menengah bergerak. Mereka yang
memiliki zona aman yang tidak berpolitik tetapi mendorong perubahan. Aksi-aksi
itu bukan hanya turun jalan, tetapi ide real. Pro poor, keliru.
Syafril Sofyan (Forum Aktivis 77-78)
Mejelis Kedaulatan Rakyat di Cisarua juga sedang bergerak.
Revolusi tinggal digerakkan. Siapa yang mau turun untuk mendesak agar rezim ini
bias diganti. Pemimpin yang bisa menggerakkan? Perlu segera diwujudkan untuk
mengajak rakyat melakukan revolusi.
Asrianty Purwantini (GDN Kosgoro)
1. Revolusi bukan sekedar Ganti Rezim Ganti Sistem, tapi harus
terjadi Ganti Nasib Rakyat
2. Revolusi harus dimulai dari Revolusi AKAL -> Revolusi MORAL -> Revolusi TOTAL
2. Revolusi harus dimulai dari Revolusi AKAL -> Revolusi MORAL -> Revolusi TOTAL
3. Gerakan Revolusi adalah Jihad : jadi harus murni Niat
Tekad hanya untuk Rakyat agar bisa menjadi Energi Positif yg Kuat yg bisa
memikat seluruh elemen masyarakat shg mau bersama bersepakat & bergerak
4. Dibutuhkan Motivator & Katalisator bagi Gerakan
Pemuda & Mahasiswa
Haris Rusli Moti (Petisi 28)
Seharusnya yang tampil adalah mereka yang muda. ICW: 2012
(Jan – Juli) 597 orang dari pejabat daerah telah ditetapkan sebagai tersangka.
Persoalan bangsa: system dan kepemimpinan. Sistem: terlalu gampang mengadopsi
system politik dari negara barat. Baca ulang pikiran besar pendiri bangsa kita.
Nur Lapong (GONAS)
Kerusakan bangsa ini seperti apa, kita sudah tahu semua.
Kita kumpul di sini untuk suatu perubahan yang takkan pernah selesai. Bung
Karno: Revolusi belum selesai. Patron
kita: Sosio Demakorasi dan Sosio Ekonomi. Yang menyandera bangsa ini adalah
system demokrasi. Keadilan social harus ditegakkan. Revolusi dengan visi yang
tidak jelas.
Effendi Saman (Gerak Nusa)
Terjebak dengan putusan MK dan KPK, misalnya pembubaran BP
Migas. Oligarki memang terjadi. Mahasiswa harus memiliki strategi . SBY Budiono
itu sudah tidak berkuasa, tapi oligarkilah yg menyandra mereka.
Hetter (Maluku)
Rebut kedaulatan negara, kita kembali ke UUD dan Pancasila,
perlu langkah kongkrit bentuk tim, konsolidasi antar elemen.
Sri Bintang Pamungkas
Saya sudah mulai males ngomingin kayak ini, sejak 2006 saya
sudah mengajak ganti rezim. Sukarno itu memang hebat, tapi di zamannya, sekarang mari jadi Sukarno-Sukarno
sekarang. Kita turun hari ini, tapi bukan ke Istana, kita harus ke DPR. Kita
jatuhkan rezim. Desember 2009 kami sampai 3 bulan menduduki DPR/MPR.
Sunardi
Revolusi, revolusi sekali lagi revolusi. Mengapa kalian tidak mengkoordinasi golput,
kita teragkan pada mereka bahwa pemilu ini telah menghancurkan mereka.
Demokrasi yg berjalan ini adalah demokrasi sontoloyo,
demokrasi ciptaan imperialis zionis.
Hatta Taliwang (MKRI)
Siap melakukan gerakan, baik melalui jalanan maupun tulisan
yang dipublikasikan lewat FB, e-mail dll. Bersama Muhammadiyah membuat gerakan
kedaulatan nasional, kemudian yang lebih revolusioner yang kira-kira 2 minggu
lalu di Puncak (Konsolidasi Demokrasi Indonesia)
Ismail Hasan (Blitar)
SBY kalau diminta mundur, itu tidak pernah terjadi. Hharus
dipaksa. Kita bentuk bukan hanya gerakan nasional tapi gerakan revolusional.
Chris Siner Key Timu (Penggagas Gernas)
Kita berbeda dalam hal solusi. Revolusi tidak meminta Anda
atau saya setuju. Kondisi ebyektif untuk revolusi sudah cukup. Pemimpin
revolusi juga demikian.
Yusuf AR (Penggagas Gernas)
Manifesto ini mengisyaratakan perubahan system. Di dalamnya
ada penrnyataan tentang politik oligarki dsb. Kondisi obyektifnya sudah
memungkinkan, yang menjadi masalah adalah kondisi subyektifnya. Kelas menengah
40 juta orang justru digunakan penguasa dan menjadi hedonis yang membela system
oligarki. Revolusi tidak bisa emosional. Diseminasi dan sejenisnya. Jadi 30
orang datang ke DPR nonsense. Perlu sosialisasi ide-ide revolusi.
Djamester Simarmata (Penggagas Gernas)
Hal yang ditulis di sini diperas dari berbagai kertas
diskusi. Hanya 10 % nilai tambah. Sistem pemikiran yang ada di kita. Demokrasi
dikerjakan oleh semua, semua harus dikerjakan oleh semua dan untuk semua.
Koefisien Gini 0,74 paling jelek di Asia. Front ilmu, yakni menolak semua teori
pemikiran ekonomi. Buka kembali ilmunya. Text book, mencekoki kita. Kita beri
cek kosong kepada reformasi. Gerakan yang sistematis, yakni mengerti mengapa
berubah. Kita terjajah secara mental Revolus gerakan fisik saja belum cukup.
Gernas ini akan membawakan gerakan perubahan total. Perubahan yang mendasar. Kita berkali-kali
memberikan cek kosong kepada beberapa perubahan, termasuk reformasi 1998.
Sukmadji Indro Tjahjono
(Penggagas
Gernas)
Gernas tidak mau yang retorik. Harus menyusun gerakan.
Semua kekuatan boleh ikut. Setan-setan ini sudah harus dikubur. Mengenai
gerakan ke istana atau DPR, boleh-boleh saja. Wujud masa transisi adalah
pemerintahan sementara.
Mahasiswa Unas
2005 membuat spanduk turunkan SBY-JK. Satu-satunya yang
memuat adalah Kompas. Di era SBY-Boediono, gerakan berlanjut, 200 orang
mahasiswa di tangkap.
IISIP Jakarta
Ujung tombak revolusi ada di kaum muda. Gerakan mahasiswa
fluktuasinya kini jauh berbeda dengan saat ini. Api perlawanan tetap kami
pertahankan. Kehendak Bapak2 tetap kami simpan.
Mengapa mahasiswa kini demikian saat ini?. Ada proses transformasi yang
salah. Sistem pendidikan salah.
Gerakan Mahasiswa
Sosialis Jakarta
Mahasiswa sebagai ujung tombak pergerakan. Penerapan system
absensi menghambat pergerakan mahasiswa. Praktisi politik masuk ke kampus,
menggiring ke pola pikir pragmatis. Bangkitlah kaum muda ini saatnya kita
merebut kedaulatan rakyat. Selama pemimpin menindas trakyat, kami tak akan
berhenti.
Machmud Majid (Fesbuker Indonesia)
Semua gerakan yang menuntut kedaulatan rakyat adalah
konfigurasi yang indah.
Mr-X
Revolusi; pemikiran, moral, menjadi pemikiran progresif.
Moderator :
-Cahyono Eko Sugiharto (Gernas)
Pelaksana Teknis :
-Sismulyanda Barnas
-Syafinuddin
-Tashudi
Yanto
-Utje
Gustaaf Patty
Peserta :
162 Orang
Kamis, 28 Februari 2013
Manifesto Politik GERNAS
MANIFESTO POLITIK
GERAKAN NASIONAL
MENEGAKKAN KEDAULATAN RAKYAT
DAN KEADILAN SOSIAL
Kehidupan
Indonesia sebagai negara bangsa semakin menyimpang dari cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan yang dicetuskan 67 tahun lalu, sebagaimana yang tercantum dalam
Pancasila, Pembukaan dan Isi serta
semangat Undang Undang Dasar 1945. Penyimpangan itu jika tidak segera
dihentikan akan membawa Indonesia menjadi negara gagal. Bahkan, sejak era Orde
Baru (Soeharto) sampai pemerintahan SBY saat ini, Indonesia terbelenggu dalam
sistim kapitalisme global yang eksploitatif yang mengutamakan peningkatan
produk domestik bruto (PDB) sebagai mahkota dengan mengorbankan: martabat
manusia, sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Budaya pentingnya harga diri
manusia, biar melarat asal tidak mencuri (mlarat,
ning ningrat), telah sirna; dan kini telah diganti dengan budaya yang
penting kaya walaupun harus mencuri ataupun korupsi.
Kehidupan
demokrasi dijalankan tanpa roh demokrasi, sehingga demokrasi Indonesia pantas
disebut demokrasi kriminal. Karena “hukum” dan “penegak hukum” yang ada lebih
tunduk kepada kemauan penguasa daripada digunakan untuk mengatur kekuasaan
pemerintahan. Dalam hal ini, sistem demokrasi beralih kepada sistem oligarki
dengan ciri-ciri: Pertama, peran wakil rakyat cenderung menjadi wakil partai
politik dan mewakili dirinya sendiri; kedua, pemilik modal baik asing ataupun
domestik mengendalikan kehidupan demokrasi; ketiga, Ketua Umum partai politik
dan Ketua Dewan Pembina berperan otoriter; dan keempat, mayoritas partai politik
membentuk kartel-oligarkis untuk mendominasi parlemen.
Sebab itu,
negara (penyelenggara negara) seringkali menjadi alat untuk memenuhi
kepentingan elit partai, para oligarkis, dan para pemilik modal. Sistim
demokrasi kriminal bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi para pemilik
modal, untuk mengakumulasikan modal, mendapatkan peluang, dan memperluas pasar
mereka. Sistem ini menempatkan para pemilik modal dan orang-orang berduit (plutocrat) mengendalikan arah
pembangunan nasional, sehingga Indonesia menjadi surga bagi para pemilik modal.
Sebaliknya orientasi kebijakan negara pun cenderung anti-rakyat serta menindas
kaum buruh, petani dan rakyat kecil pada umumnya.
Asas
kedaulatan berada di tangan rakyat sesuai dengan amanat Pasal 1 ayat (2) UUD’45
telah dikhianati. Negara tidak lagi diselenggarakan berdasarkan mandat dari
rakyat, melainkan oleh kekuasaan kartel partai politik ataupun para oligarki
partai politik. Prinsip pengawasan dari rakyat sebagai cara untuk mencegah
etatisme/kekuasaan mutlak dalam penyelenggaraan kekuasaan negara tidak
terwujud. Antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif terjadi
pengintegrasian atau hubungan yang kolutif. Keadaan ini telah mempercepat
transformasi sistemik dan masif dari Indonesia sebagai negara hukum menjadi
negara kekuasaan yang diwarnai oleh penyalah-gunaan kekuasaan (abuse of power) dan korupsi di semua
bidang.
Hak-hak
rakyat sebagai warga-negara tidak lagi dimaknai dan diakui sebagai sumber
kekuasaan dan pemberi mandat kepada penyelenggara kekuasaan negara. Sebaliknya,
rakyat digiring untuk ikut sistem pemilihan (umum) yang manipulatif. Hak rakyat
dalam mengontrol partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah
dikebiri. Anggota dan lembaga DPR hanya bertanggung-jawab kepada partai politik
dan bukan kepada rakyat yang memilihnya. Ketua umum partai politik memiliki hak
mutlak dalam mengontrol dan me-recall anggota
DPR, sehingga menggugurkan esensi dari hak pilih rakyat dalam pemilu.
Perekonomian
nasional makin tunduk kepada prinsip-prinsip kapitalisme global dan mengabaikan
prinsip demokrasi ekonomi dan prinsip ekonomi yang diamanatkan oleh konstitusi.
Arah pembangunan nasional yang mengutamakan peningkatan Produk Domestik Bruto
(PDB) telah mengorbankan pemerataan pendapatan bagi rakyat banyak. Hal ini
tentu bertentangan dengan asas “perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” seperti
diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (1) UUD’45.
Kekuasaan yang plutokratik yang
menempatkan uang dan modal di atas segalanya menciptakan perburuan rente (rent-seeking) dan kebijakan menguras
(ekstraktif) sumber daya alam tanpa mempedulikan kepentingan masa depan dan
lingkungan. Kebijakan penyelenggara negara telah membuka ruang sebesar-besarnya
bagi kepentingan para pemilik modal untuk menguasai dan mengeksploitasi bumi,
air, udara, dan kekayaan alam, dengan sengaja menggilas amanat Pasal 33 ayat
(3) UUD’45 yang menegaskan bahwa “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Rejim
devisa bebas dan tidak adanya pengawasan penanaman modal Indonesia di luar
negeri, merupakan kebijakan yang sangat berbahaya bagi perekonomian nasional.
Sejak Rejim Soeharto sampai dengan saat ini, penyelenggara kekuasaan negara
tidak mengetahui berapa besar penanaman modal Indonesia di luar negeri. Yang
diketahui hanyalah penanaman modal asing di Indonesia.
Persoalan
bangsa dan negara yang begitu komplek yang telah menciptakan krisis nasional
dan kerusakan sistemik tersebut tidak bisa dibiarkan dan harus segera diakhiri
secepatnya. Hal itu hanya mungkin diatasi melalui jalan revolusioner dengan
menciptakan suatu periode transisi demokrasi. Dalam periode transisi harus
dilakukan proses transformasi untuk menata-ulang Republik Indonesia dengan
memfokuskan perubahan fundamental terhadap sistem, rezim, kultur, dan struktur
masyarakat yang tidak adil sebelumnya.
Bertolak
dari kondisi kehidupan bangsa dan negara seperti itu; hendaknya semua komponen
bangsa dan masyarakat termasuk penyelenggara Negara dan kekuasaan pemerintahan
melakukan upaya penyelematan melalui suatu masa transisi. Untuk itu perlu
diambil langkah bersama-sama agar Presiden dan Wakil Presiden mengundurkan diri
dari jabatannya guna merintis jalan bagi tahapan selanjutnya, yakni:
- Membentuk Pemerintah Transisi dengan masa kerja sekurang-kurangnya dua (2) tahun. Pemerintahan Transisi bertugas: Pertama, membuat Undang Undang Pemilihan Umum yang demokratis serta menyelenggarakan Pemilihan Umum sesuai dengan Undang-Undang Dasar ‘45 guna membuka ruang untuk perubahan dengan kemudahan pendirian partai politik. Kedua, membuat Undang-Undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang memberi harapan perubahan, sehingga setiap partai politik ataupun gabungan partai politik berhak mengajukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Hal itu untuk mencegah politik uang dan politik dagang sapi dalam menentukan calon Presiden dan Wakil Presiden seperti diamanatkan oleh Pasal 6 A ayat (2) UUD 45.
- Membentuk Komisi Pengawas Pemerintah Transisi yang terdiri dari wakil-wakil rakyat yang mewakili semua golongan dan daerah.
- Memperkuat peran Negara dalam menguasai sumberdaya alam untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan cara melakukan pengambilalihan usaha pertambangan, perkebunan, dan hutan tanaman industri milik asing dan menata-ulang pengusahaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh swasta nasional. Di samping itu juga perlu dilakukan pengaturan lalu-lintas devisa dan pengaturan atas penempatan modal Indonesia di luar negeri.
- Menjalankan amanat konstitusi secara konsekuen dalam memberikan jaminan atas kebutuhan dasar warga-negara untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak [Pasal 27 ayat (2) UUD’45], untuk mendapat pelayanan kesehatan [Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD’45], dan untuk mendapat pendidikan termasuk pendidikan tinggi [Pasal 28 C ayat (2) dan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UUD’45], serta hak warga negara untuk mendapatkan hidup sejahtera lahir dan batin, tempat tinggal dan lingkungan hidup yang baik dan sehat [Pasal 28 H ayat (1) UUD 45].
- Membuat Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan menempatkan Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagai lembaga permanen dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan menyediakan anggaran yang cukup untuk secara sistemik melakukan pemberantasan korupsi.
- Membentuk Badan Persiapan sebagai wadah mewujudkan transisi demokrasi untuk menegakkan kedaulatan rakyat secara damai yang dilaksanakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Menunda dan
menunggu bukan pilihan dan solusi, bahkan akan menyebabkan Indonesia menjadi negara
yang gagal.
Untuk
menindak-lanjuti manifesto politik ini, kami membentuk Gerakan Nasional Menegakkan Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial
yang disingkat dengan GERNAS (Gerakan
Nasional).
Jakarta, 12
Februari 2013
Penggagas,
Chris Siner Key
Timu
Yusuf AR
Awad
Bahasoan
Judilherry
Justam
Sukmadji Indro
Tjahjono
Sismulyanda
Barnas
Djamester
Simarmata
Langganan:
Postingan (Atom)